Adab dan Tata Cara Berbicara dalam Islam

Berbicara adalah salah satu anugerah besar yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan kemampuan berbicara, seseorang dapat menyampaikan perasaan, menyebarkan ilmu, membina hubungan, serta menebar kebaikan kepada sesama. Namun, dalam Islam, berbicara tidak boleh dilakukan sembarangan. Setiap kata yang terucap memiliki tanggung jawab. Oleh karena itu, Islam memberikan panduan yang jelas tentang adab dan tata cara berbicara agar lisan yang digunakan menjadi sumber kebaikan, bukan penyebab keburukan.

Islam menempatkan lisan sebagai anggota tubuh yang sangat penting untuk dijaga. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist ini menegaskan bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulut seorang Muslim harus mengandung kebaikan atau, jika tidak, lebih baik diam. Maka, menjaga lisan adalah cerminan keimanan seseorang.

Dalam kehidupan sehari-hari, lisan bisa menjadi sumber pahala yang besar apabila digunakan untuk dzikir, membaca Al-Qur’an, mengucapkan nasihat, atau menyampaikan salam. Namun, di sisi lain, lisan juga dapat menjadi sebab dosa yang mengalir tanpa disadari apabila digunakan untuk mencela, memfitnah, mengumpat, atau berdusta. Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk terus memperbaiki tutur katanya agar selaras dengan tuntunan syariat.

Berbicara dalam Islam harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan hikmah. Ketika hendak menyampaikan sesuatu, pastikan bahwa ucapan itu benar, jelas, dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Allah berfirman dalam Surah Al-Isra ayat 53, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik. Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.” Ayat ini mengajarkan bahwa pilihan kata yang lembut dan baik dapat mencegah pertikaian dan menjaga keharmonisan.

Adab berbicara dalam Islam juga mencakup kejujuran. Setiap kata yang diucapkan harus didasarkan pada kebenaran. Tidak diperbolehkan berbohong, meskipun untuk tujuan yang terlihat baik. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Dan seseorang yang terus berkata jujur akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, kejujuran dalam berbicara adalah pintu menuju keberkahan hidup.

Salah satu tata cara penting dalam berbicara adalah tidak memotong pembicaraan orang lain. Islam mengajarkan agar setiap individu mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghormati orang yang sedang berbicara. Dalam hadis disebutkan bahwa Rasulullah tidak pernah memotong pembicaraan seseorang sampai orang tersebut selesai bicara. Sikap ini menunjukkan kelembutan hati dan adab yang tinggi dalam berkomunikasi.

Selain itu, nada suara dalam berbicara juga perlu dijaga. Berbicara dengan suara yang lembut dan tidak meninggikan nada suara adalah bentuk akhlak mulia. Dalam Surah Luqman ayat 19, Allah memerintahkan, “Dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” Ayat ini mengandung pelajaran bahwa suara yang kasar dan keras bisa menyakiti hati orang lain dan mencerminkan sikap tidak beradab.

Sopan santun dalam berbicara juga meliputi penggunaan kata-kata yang baik dan santun. Ucapan yang menyenangkan dapat meluluhkan hati yang keras, mempererat hubungan, dan membuka pintu kebaikan. Rasulullah ﷺ adalah sosok yang dikenal memiliki tutur kata yang lembut dan tidak pernah menyakiti hati orang lain dengan lisannya. Ketika beliau berbicara, para sahabat merasa nyaman dan dihormati. Ucapan beliau penuh hikmah dan selalu memberi solusi, bukan menambah masalah.

Dalam berbicara, penting pula untuk menyesuaikan perkataan dengan waktu dan tempat. Tidak semua ucapan layak diucapkan dalam setiap situasi. Ada saatnya untuk diam, mendengar, atau hanya memberi tanggapan secukupnya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi). Ini menandakan bahwa tidak semua hal perlu dikomentari atau disampaikan.

Ucapan yang mengandung doa, salam, dan kata-kata motivasi adalah contoh dari komunikasi yang baik dalam Islam. Memberi salam adalah bentuk penghormatan dan menciptakan suasana persaudaraan. Nabi ﷺ bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan suatu amalan jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim). Salam adalah bentuk kata-kata yang memiliki dampak spiritual dan sosial yang besar.

Hindari ghibah atau membicarakan keburukan orang lain saat berbicara. Ghibah adalah salah satu dosa lisan yang sangat dibenci dalam Islam. Allah berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 12, “Janganlah kalian menggunjing satu sama lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya.” Ayat ini menggambarkan betapa keji perbuatan ghibah dan bagaimana ia dapat merusak kehormatan dan persaudaraan.

Fitnah juga termasuk ucapan yang sangat berbahaya. Fitnah dapat menghancurkan reputasi seseorang, memecah belah masyarakat, dan menimbulkan permusuhan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Fitnah itu tidur, semoga Allah melaknat orang yang membangunkannya.” (HR. Baihaqi). Maka, berhati-hatilah dalam berbicara agar tidak menjadi penyebar fitnah.

Mengolok-olok, mencaci maki, atau menghina dalam ucapan adalah perbuatan yang harus dihindari. Islam melarang segala bentuk penghinaan terhadap sesama manusia, karena setiap manusia memiliki kehormatan yang harus dijaga. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 11, Allah melarang orang-orang beriman untuk saling mengejek. Ayat ini menanamkan nilai penghormatan terhadap sesama dalam tutur kata.

Berbicara dalam Islam juga disertai dengan niat yang benar. Niatkan setiap ucapan sebagai bentuk ibadah, dakwah, dan pengingat kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, jika seseorang berniat menyebarkan kebaikan melalui kata-katanya, ia akan mendapatkan pahala dari Allah.

Bersikap bijak dalam memilih kata sangat dianjurkan. Terkadang satu kata bisa menyembuhkan luka, namun bisa juga menambah luka yang dalam. Oleh karena itu, berpikir sebelum berbicara adalah prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah. Beliau mengajarkan agar setiap ucapan diperiksa terlebih dahulu, apakah bermanfaat, apakah menyakiti, atau apakah akan menimbulkan fitnah.

Dalam berdialog atau berdiskusi, hendaknya menghindari debat kusir yang tidak bermanfaat. Islam mengajarkan untuk berdiskusi dengan adab, tidak saling merendahkan, serta tetap menjunjung tinggi nilai persaudaraan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan debat, walaupun ia berada di pihak yang benar.” (HR. Abu Dawud). Hadist ini mengajarkan bahwa menjaga lisan lebih baik daripada mempertahankan pendapat yang bisa menimbulkan perpecahan.

Menghibur orang lain dengan kata-kata yang lembut dan penuh perhatian adalah bagian dari ibadah. Seringkali orang yang sedang dirundung duka, hanya butuh sedikit ucapan penghibur untuk kembali bangkit. Rasulullah ﷺ selalu memberikan ketenangan bagi para sahabatnya melalui kata-kata yang penuh kasih dan harapan.

Tutur kata yang baik juga termasuk dalam bentuk sedekah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Perkataan yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, setiap kata yang menenangkan, memotivasi, atau memberikan semangat akan bernilai pahala di sisi Allah. Bahkan, senyuman yang dibarengi dengan sapaan ramah termasuk bentuk kebaikan dalam lisan.

Islam menekankan pentingnya menjaga amanah dalam berbicara. Apabila seseorang diberi kepercayaan untuk menyampaikan pesan atau menjaga rahasia, maka ia harus menunaikan tanggung jawab itu. Mengkhianati amanah dalam ucapan sama dengan menghancurkan kepercayaan. Allah mencintai orang-orang yang jujur dan menjaga lisannya dari pengkhianatan.

Dalam interaksi sosial, berbicara dengan menghargai usia, status, dan kondisi orang lain adalah bagian dari adab yang tinggi. Rasulullah ﷺ mengajarkan untuk menghormati orang tua, menyayangi anak-anak, dan bersikap lembut kepada kaum perempuan. Semua ini tercermin dalam cara berbicara yang sopan dan penuh empati.

Menjaga lisan tidak hanya dalam percakapan langsung, tetapi juga dalam bentuk tulisan, pesan, atau media sosial. Di era digital ini, setiap kata yang diketik juga akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang ia anggap ringan, namun karena itu ia tergelincir ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, berhati-hatilah dalam setiap ucapan, baik secara lisan maupun tertulis.

Ketika sedang marah, sebaiknya menahan diri dari berbicara. Kata-kata yang diucapkan saat marah seringkali tidak terkontrol dan dapat melukai perasaan orang lain. Rasulullah ﷺ bersabda, “Jangan marah.” (HR. Bukhari). Nasihat ini bukan sekadar menahan emosi, tetapi juga menjaga agar lisan tidak menyampaikan ucapan yang merusak.

Berdoa kepada Allah agar diberikan lisan yang lembut dan bersih sangat dianjurkan. Dalam doa yang diajarkan oleh Rasulullah, terdapat permohonan agar hati, lisan, dan amal senantiasa dalam kebaikan. Dengan memohon kepada Allah, seseorang akan lebih mudah menjaga ucapannya.

Dengan memperhatikan seluruh tata cara dan adab dalam berbicara yang diajarkan Islam, seorang Muslim akan menjadi pribadi yang bijaksana, disenangi masyarakat, dan mendapat ridha dari Allah. Lisan yang dijaga akan membawa pada keselamatan, sedangkan lisan yang lepas kendali bisa menjerumuskan ke dalam kebinasaan. Maka, berusahalah untuk senantiasa berbicara dengan penuh kehati-hatian, kesopanan, dan kejujuran, karena setiap kata yang keluar adalah cerminan dari hati dan iman yang sejati.

Youtube YBUN

Anak-anak Penghafal Alquran 30 Juz

Berita Terbaru